Holaa, apakah kalian sehat?
Jujur pas buka lagi blog ini, terus ngeliat grafiknya, ternyata rata-rata ada 2 kunjungan/hari sebulan belakangan seneng juga. Selalu ada kebahagiaan kalo tulisan kita dibaca orang lain, semoga ada manfaatnya ya. Aamiin. Terimakasih teman-teman dan orang terdekat yang selalu support saya menulis. Saya terhitung masih aktif jadi kontributor di beberapa web, meskipun pakai nama pena, silahkan dicari sendiri wkwkwk.
Di blog ini masih ada dua tulisan aja, doakan makin rajin corat-coret disini. Aku akan rajin mengurus rumah sendiri ini hehe. Buat yang pernah kesini terus nemu tulisan curhatku tentang neurologi, fyi sekarang masih di-take down, bcz ada beberapa bagian yang mau kuperbaiki.
Tulisan kali ini tentang event dan perjalanan saya dan teman-teman ketika ke Malaysia akhir September 2018 lalu. Sebagian foto saya ambil dari laporan perjalanan untuk kampus dulu pas LPJan. Kalau kalian pernah ikut event yang sama, silahkan sharing cerita kalian di komentar ya!
Nanti aku mau review bagaimana event ini menurutku, karena ini event internasional pertama yang aku datangi langsung.
Here we go....
Nama acaranya Asean Youth Conference (AYC). Awal mula perjalanan ikut AYC, dikomporin sama Tanti, sobi saya sejak SMA yang saat itu lagi kuliah di Sejarah UA. Tahun sebelumnya, Tanti sudah pernah ikut. Itu yang jadi patokan saya buat yakin ikut juga. Perjalanan dimulai dengan proses pembuatan abstrak dan melengkapi semua berkas. Seperti tertulis di atas, kita kirim abstrak dulu untuk diseleksi. Saya dan Tanti satu tim untuk tulisan tentang Ndongengi.
Abstrak kami lolos seleksi. Lanjut untuk meneruskan penelitian di samping saat itu saya juga lagi hectic ngerjakan skripsi. Kami serius mengerjakan paper Ndongengi ini. namun, keterbatasan waktu dan kesempatan diskusi langsung membuat kami lebih intens diskusi via medsos. Saya sempat melakukan beberapa wawancara, salah satunya dengan Mbak Dewi dari komunitas Gendong Indonesia. Terimakasih mbak Dewi! Setelah dirasa selesai, kami kirim full paper, lalu beberapa hari kemudaian kami dapat email balasan untuk revisi. Dalam email, disertakan juga hasil review dari reviewers untuk paper kami. Lanjut revisi... kirim lagi... revisi lagi.. selesai. Kami lolos untuk ikut conference di Malaysia.
Kalian bisa baca lengkap disini: https://zenodo.org/record/2549088
Nah, koordinasi selanjutnya ternyata dilakukan via whatsapp group. Saat itu sempet mikir, kok event udah skala besar ada grup wa segala, hehe. Meskipun saat itu belum pernah ikut event serupa, tapi untuk wawasan sudah punyalah yaa... setau saya semua informasi akan via email resmi. Tapi akhirnya tetap kami ikuti arahan-arahan dari panitia.
Persiapan berangkat saya saat itu kacau. Dibanding kampus Tanti, kampus saya masih nggak nerima proposal kegiatan yang "tidak valid" menurut kemahasiswaan. Saat itu butuh duit gak terlalu gede sebenernya, tapi tiket pesawat lagii mahal + belum bikin paspor. Dihitung-hitung minimal harus ada uang 3,5 jutalah.
Event ini ditolak oleh kemahasiswaan kampusku. Setelah sebelumnya aku pernah lolos untuk ikut Model United Nation (MUN) di Malaysia juga ditolak, rasanya aku sakit hati sama kampus ini. Gak bercanda, saya serius sakit hati. Ini juga salah satu alasan saya ingin cepat lulus, karena capek ketemu pejabat-pejabat yang gak support kegiatan saya. Jadi harus cari dana dari luar. Disinilah peran semua organisasi yang pernah saya ikuti hadir. Semua link yang ada saya hubungi satu per satu, hingga terkumpul separuh kebutuhan saat itu. Sisanya, qodarullah saat itu saya masih punya satu kali lagi cairan beasiswa PPA. Jadinya, lebih dari target minimum biaya.Alhamdulillah. Semua keriwehan persiapan saya lewati bersama riwehnya skripsi dan laporan KPL (magang mengajar) saat itu. Ternyata aku bisa! Keren memang akuhh >_<
Kalau tidak salah ingat, kami berangkat 21 September 2018. Bersama dengan teman-teman UA lainnya, (read: teman-teman sejarah Tanti). Oiya, saya dan Tanti mengajak satu lagi teman (Nora) untuk ikut dalam tim kami atas persetujuan panitia. Bersembilan kami dari Surabaya menuju Malaysia tanpa transit. Kami naik pesawat Air Asia saat itu. Sampai di KL, kami berpetualang.
Saya, Tanti, Nora, Laras, Dina, Wahyudi, Fajri, Gita, Isna, dan bertemu Kak Jarwati (Gayo, Aceh) di Malaysia. Jadi kita satu rombongan bersepuluh. Rame kayak pengajian kemana-mana rombongan, haha. Dari sepuluh orang itu, hanya saya anak jurusan eksak. 7 dari kami sejarah UA, Nora Sasing, dan Kak Jar (lupa, pokoknya bukan sejarah).
Sekarang tentang event ini. Jujur AYC 2018 tidak seperti ekspektasiku. Kalau menurut cerita Tanti, AYC sebelumnya keren dan bener-bener berasa forum internasional. Menurutku yang cuma liat-liat dokumentasinya sih emang iya keren. Jadilah aku berekspektasi sedemikian tinggi. Sampai di lokasi, kami kesulitan masuk ke wilayah kampus. Saat itu kami naik taxi online dan gerbang kampus yang sesuai maps tidak dibuka di hari libur. Jadi kami memutar arah lebih jauh untuk mencari gerbang yang buka. Di wa grup saat itu tidak ada informasi ini. Kampus IIUM tergolong luas dengan jarak antar gedung yang tidak dekat. Untungnya kami tidak naik Bis/MRT saat itu, jadi bisa langsung ke depan gedung venue. Sampai di Fakultas Teknik / Gedung Kulliyah Engineering, kami diarahkan untuk langsung menuju aula simposium. Seperti Konferensi pada umumnya, acara awal adalah pembukaan, sambutan, perkenalan, dan seterusnya. Lalu break dan dilanjutkan Oral Presentation di kelas paralel masing-masing. Suasana kampus ini unik, seperti bangunan kuno ala-ala turki kalau kata kami.
Di kelas presentasi, kami semua wajib menggunakan teknik presentasi TMT (Three Minutes Thesis). Jadi, kami hanya diberi waktu 3 menit untuk presentasi semua isi paper kami. Saat itu, saya sebagai presentator, Tanti sebagai operator, Nora sebagai dokumentator. Namun saat menjawab pertanyaan, kami bertiga saling membantu. Presentasi dilakukan dalam bahasa inggris. Menurutku, panitia kurang siap untuk sesi paralel ini, karena file presentasi kami tidak ada di PC mereka, padahal semua tim sudah harus lengkap disiapkan. Jadilah kami pakai file dari flashdisk kami sendiri (untung sudah jaga-jaga). Presentasi dan tanya jawab usai, kami mengikuti seluruh presentasi dari tim lain bergantian. Menurut saya, setelah mengikuti semua presentasi, tidak semua paper nyambung sama tema event ini. Bahkan hampir semua paper yang tidak nyambung, akhirnya muncul pertanyaan "dimana 4.0 nya?" ketika sesi tanya-jawab dan mereka kesulitan menjelaskannya.
Banyak paper yang sebenarnya adalah skripsi penulis yang diwajibkan oleh kampus untuk diikutkan dalam seminar. Tapi menurut saya, panitia kurang selektif padahal reviewers AYC menurut saya keren-keren. Meskipun sebuah paper dinilai bagus tapi kalau tidak cocok sama eventnya seperti terasa dipaksakan. Nggak match.
Setelah paralel, kami diberi waktu istirahat. Kami mendapat konsumsi Nasi+Ayam warna merah. Rasanya aneh, untuk sekelas international conference menurut Kak Jarwati yang udah banyak pengalaman, makan siang kami saat itu tidak layak. Tapi yaa tetap dimakan, karena gaada opsi. hehe
Selesai istrahat, kami kembali ke hall utama untuk mengikuti arahan berikutnya. Disana kami mengikuti seminar dari beberapa keynote speakers. Saya kagum dengan penelitian beliau-beliau.
Event ini hanya sehari. Sore itu, event ditutup dengan pengumuman best speaker dan best paper. Kami belum bisa bawa pulang penghargaan itu. Pengalaman yang saya dapatkan banyak sekali dari event ini. Tentang perjuangan berangkat, ekspektasi, pertemanan, dan banyak lagi.
Di akhir, pembagian sertifikat sungguhlah chaos. Banyak sertifikat yang salah ketik, ada yang belum tercetak, ada yang isi goodie bag-nya kurang. Presentator dan peserta simposium mendapat fasilitas yang berbeda dari panitia, karena biayanya juga berbeda. Namun banyak presentator yang mengeluhkan sertifikatnya tidak ada ketika hendak diambil. Alhasil, kami menunggu disana kurang lebih 1 jam dari penutupan acara karena beberapa dari kami mendapat kendala sertifikat. Bahkan saat itu panitia ada yang bercerita bagaimana simpang siurnya koordinasi dari PPI. Masalah belum berakhir, panitia AYC tergolong tidak menepati DL untuk penerbitan prosiding seminar. Sepulang dari event, hingga kurang lebih 5-6 bulan, baru selesai prosiding seminarnya. Entahlah, jujur mengecewakan.
Pulang dari IIUM, kami menaiki bus kampus untuk menuju jalan besar, lalu melanjutkan perjalanan dengan taxi online Kami menuju penginapan di daerah Bukit Bintang. Waktu saat itu sudah malam. Sampai di Jalan Alor, ternyata sudah ramai. Jalan Alor adalah pusat street food disana. Di sepanjang jalan banyak sekali jajanan, buah, juga ole-oleh. Makanan khas Malaysia yang kita makan disana adalah Nasi Lemak. Kami mencari lokasi hostel dengan jalan kaki, bersepuluh, masi dengan ransel lengkap dengan bawaan, berkerudung (malah saya saat itu pakai gamis >_<), menyusuri jalanan Alor yang rata-rata adalahh turis. Jalan Alor seperti Kuta Bali kalau di Indonesia. Bukannya risih, kami malah enjoy saja karena bahagia hostel kami ada di pusat jajanan. Sampai di lokasi, kami menginap di Galaxy Hotel. Pas sampai, kami sadar lantai 2 hotel kami adalah bar. Banyak botol bir dipajang disana. Masuk di area loby, bau alkohol dan serupa menyan, gaes!. Kami masih enjoy haha. Emang dasarnya kami bisa fleksibel menyesuaikan diri dengan situasi baru. Alhamdulillah ditakdirkan jadi anak yang gak kagetan, hehe. Sampai kamar, kami bersih diri, sholat, dan menyusun rencana perjalanan inti, yaitu jalan-jalan. wkwkwk
Kami semula hanya semalam disana, menurut rencana besok sore check out dan pergi ke Genting Island. Tapi tidak jadi. Rencana berubah menjadi melihat Semifinal AFF Indonesia-Vietnam di Stadion Bukit Jalil di hari terakhir. Dari malam itu, kami pergi jalan-jalan ke beberappa tempat. Kami menyusuri jalan alor berulang kali, ke twin tower, ke pasar seni, ke kampung india, beli oleh-oleh, ke masjid sultan, Daratan Merdeka, Thean Hou Tempel, dll. Setelah teman-teman menonton sepak bola di malam hari, mereka langsung ke KL Sentral dan tidur disana. Aku, Tanti, dan Nora memilih extend di Alor sampai besok pagi langsung ke Bandara.
Ini beberapa dokumentasi saat disana, sebenarnya ada video, tapi saya kesulitan input disini, hehe.
Semoga menjadi referensi. Kami memilih tempat-tempat yang minim biaya untuk jalan-jalan. Maklum, semua masih dibiayain, jadi harus hemat di negeri orang. Yang saya kagumi dari Malaysia adalah transportasi umum dan kesadaran masyarakatnya tentang tertib dan bersih. Ya, tidak di semua tempat, namun untuk kawasan turis, mereka kooperatif bisa membranding identitas warlok dengan baik.
Nah, begitulah sedikit cerita perjalanan pertama saya ke Malaysia. Saya tetap ucapkan terimakasih kepada AYC 2018, kampus saya, juga senior-senior organisasi, terutama PMII yang banyak mendukung perjalanan saya kala itu. Di luar sana, banyak yang lebih hebat dari saya, banyak yang melalang buana jauh melebihi saya dan teman-teman. Tapi, tulisan ini saya buat untuk menginspirasi adik-adik saya khususnya, yang masih punya banyak kesempatan mengikuti event-event internasional. Ikuti selagi bisa! Kuncinya adalah selektif memilih event, perbanyak relasi, percaya diri, tau kualitas diri, dan berdoa. Bagi kalian yang masih berpikir tidak mampu, ayo kalian bisa. Prinsip saya saat itu, "Saya sebelum umur 22 harus ke luar negeri tanpa uang dari orang tua" adalagi "Pencarian Google untuk nama saya haruslah prestasi dan karya". Mantra-mantra ajaib yang alhamdulillah bisa saya wujudkan. Kalian yang sudah pernah keliling dunia, jangan lupa bersyukur. Ada banyak orang yang berusaha keras untuk bisa meraih mimpi seperti kalian.
Terimakasih sudah membaca! Salam hangat dariku, semoga kalian selalu sehat!
Sampai jumpa di tulisan perjalanan berikutnyaa~
*iya, aku memang editor. Tapi tulisan ini sengaja dibikin tidak baku, tanpa editing. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar